Marhusor do anggo ngolu na satokkin on


RSS

Rahasia dari Istana Negara

Ini memang sebuah cerita. Sebuah rekaan atas rahasia di pusara Istana Negara. Rahasia ini datang dari seorang arkeolog. Janggutnya yang putih panjang menandakan ia telah berumur. Wawasannya tentang dunia arkeologi dunia menunjukkan pengalamannya yang luas. Tetapi ia senantiasa bercerita tentang rahasia pusara Istana Negara di mana-mana, di seminar-seminar, di forum-forum arkeologi internasional. Entahlah apa yang membuatnya begitu tertarik pada pusara Istana Negara.

“Ini menyangkut bagaimana perilaku presiden Indonesia,” kata sang arkeolog. Ia ingin menceritakannya lebih detail tentang isi pusara Istana Negara yang ditemukannya dalam sebuah penggalian rahasia di bawah terik bulan purnama.

Bulan purnama pertama ia menggali pusara ketika masa Presiden Soekarno. Waktu itu Presiden Soekarno sedang dalam kemelut besar dengan Amerika dan Inggris. Sampai tiba suatu kobaran semangat yang terucap dari mulut Soekarno, “Amerika diseterika, Inggris dilinggis.” Soekarno juga tak segan-segan mengobarkan perang dengan siapa saja yang dianggapnya berani menghina harga diri bangsa dan rakyat Indonesia. Tak peduli itu tetangganya sendiri, Malaysia. Ia kobarkan perang Ganyang Malaysia.

Sang arkeolog sangat penasaran mengapa Bung Karno begitu tegas, berani, dan lurus dalam membela harga diri bangsanya. Ia pun melakukan penggalian di pusara Istana Negara. Penggalian penuh risiko ini kemudian menemukan hasil. “Saya menemukan sebuah PEDANG,” katanya. Tak tanggung-tanggung, pedang ini berukuran sangat besar dan panjang. “Mungkin ini pedang brahma kumbara, seperti di cerita drama radio,” sang arkeolog berimajinasi.

Sang arkeolog kemudian menghubungkan penemuannya dengan sifat dan perilaku Bung Karno. Pedang yang lurus panjang, besar dan gagah, tajam memotong dan menebas musuh tanpa penghalang, dan gagangnya yang kuat, teguh dan kokoh.

“Kepemimpinan Bung Karno seperti pedang. Ia tegas dan berwibawa. Ia juga pemberani. Berani bertanggung jawab dan tak pernah berlindung pada bawahan. Siapa pun akan dilawan, tak peduli Negara itu besar atau kecil. Siapa pun yang merendahkan martabat dan harga diri bangsanya, Bung Karno akan tampil di depan, seperti pedang, dengan nada bicara yang lantang, keras, berkobar-kobar. Seperti pedang yang ditemukannya, nama Bung Karno akan selalu besar di mata rakyatnya dan panjang umurnya, meskipun jasadnya telah tiada. Namanya akan harum dan dikenang sepanjang zaman.”

***

Tiba saatnya, Orde Baru berkuasa. Selama 32 tahun berkuasa, sang arkeolog pun ingin menyibak rahasia di balik kepemimpinan Pak Harto. Pada purnama kedua, sang arkeolog melakukan penggalian diam-diam di pusara Istana Negara. Ia terkejut. Pada kedalaman lima meter ia tak menemukan apa-apa. Sepuluh meter, ia cuma mendaptakan air. Dua puluh meter, sang arkeolog Cuma menemukan lempung. Ia nyaris putus asa. Ia gali lima meter lagi. Tak juga ditemukan benda-benda penting. Lima meter lagi ia gali. Tak juga ditemukan benda yang bisa menjelaskan sifat kepemimpinan Pak Harto. Karena sudah 30 meter penggalian, sang arkeolog memutuskan tak meneruskan pekerjaan. Tapi sebuah cacing tiba-tiba mengejutkannya. Cacing itu muncul bersama semburan air panas. Ia memutuskan menggali dua meter lagi. Benar, kali ini sanag arkeolog menemukan sebilah KERIS.

Keris ini memiliki ujung yang sangat runcing dan tajam. Gagangnya kuat dan kokoh. Berbentuk gelombang berkelok-kelok. “Keris ini persis sifat dalam kepemimpinan Pak Harto selama memimpin Indonesia, 32 tahun lamanya,” sang arkeolog menyimpulkan.


Selama hidupnya, Pak Harto akan selalu menempuh jalan berliku-liku, berkelok-kelok, tidak lurus seperti pedang. Untuk mencapai tujuannya, apa yang diinginkannya, Pak Harto tidak akan serta merta mengatakannya saat itu juga. Ia akan memilih waktu, atau mengatakannya kepada isterinya, atau kepada orang lain. Tetapi, Pak Harto tetap seperti keris, yang ujungnya runcing dan tajam. Ia ingin hasil akhir yang mematikan, yang sesuai dengan keinginannya. Tidak boleh tidak.

Ingin menjadi presiden, cara yang ditempuh Pak Harto tidak mulus dan lurus. Perlu pergolakan dulu, peristiwa besar G30S 1965, yang berdarah-darah. Jutaan orang tewas, ratusan ribu dipenjara tanpa pengadilan. Ia ingin menjadi bapak pembangunan, maka apa pun akan ditempuhnya, penggusuran, penyiksaan, bahkan pembunuhan. Pelangaran HAM di mana-mana, di seluruh Indonesia. Seperti sifat keris yang berliku-liku, tetapi cara mematikannya ke depan: ditusukkan. Siapa pun yang tak mendukung keinginannya, Pak Harto tak segan-segan menusuknya, dari depan atau dari belakang. Beda dengan pedang, keris memang tampak indah dilihat dan punya wibawa. Sepanjang 32 tahun lamanya, rakyat dibuai oleh keindahan sang keris. Tapi seperti keris pula, ia bisa menikam dari mana saja, termasuk menikam dirinya sendiri. Pada 1998, keris itu menikam kekuasaan Pak Harto. Menusuk dari balik selimut.

***

Dalam masa gonjang-ganjing, Presiden RI dipimpin oleh BJ Habibie. Keputusan memberikan opsi kemerdekaan kepada Timtim merupakan catatan sejarah paling penting di masa ini. Kebebasan pers dan gerakan demokratisasi menjadi ciri berikutnya. Sang arkeolog ingin menyingkap rahasia di balik sikap dan karakter kepemimpinannya.

Tak begitu dalam menggali pusara Istana Negara, sang arkeolog menemukan sebilah TOMBAK. Seperti sifat tombak, BJ Habibie tegak lurus dan berani. Seperti tombak, Habibie hanya focus pada keinginan agenda reformasi dan mengatasi inti masalah bangsa. Seperti masalah Timtim. Habibie tegak lurus dan tanpa tedeng aling-aling langsung memberikan opsi kemerdekaan. Itulah inti masalah Timtim: mau gabung atau merdeka. Begitu juga masalah bangsa. Habibie juga bersikap seperti tombak. Tegak lurus dan langsung menyelesaikan masalah. Mau otoriter atau demokratis. Mau kebebasan pers atau terkungkung. Mau otonomi daerah atau kekuasaan terpusat dan terhegemoni. Habibie berhasil menancapkan tombaknya pada pilihan-pilihan penting, sesuai keinginan rakyat dan bangsanya.

***

Lepas dari kepemimpinan Habibie, Indonesia dipimpin oleh KH Abdurrahman Wahid. Sang arkeolog sulit menemukan benda-benda di pusara Istana Negara. Ia tidak menemukan titik gali yang pas. Akhirnya, sang arkeolog menggali hampir di semua bagian Istana Negara. Galiannya memang tidak ke dalam, tetapi melebar. Begitu ditemukan pusara Istana Negara, sang arkeolog tanpa kesulitan menemukan benda-benda yang menjadi symbol kekuatan dan karakter Gus Dur, panggilan KH Abdurrahman Wahid. Rupanya sang arkeolog menemukan CELURIT.

Sang arkeolog merasa ada yang aneh. “Mengapa celurit?” ia bertanya-tanya. Tak lama ia menemukan jawabannya. Celurit dikenal dalam udaya Carok Madura. Dalam Carok, hampir tak ada kata verifikasi, cek dan ricek, apalagi investigasi. Ia cepat dan tebas. Di Madura, begitu ada kabar isteri seseorang diganggu, celurit segera bicara dan terjadilah pertarungan mematikan. Dalam banyak masalah, meja perundingan hampir tak pernah dipakai, karena Celurit lebih dulu menjadi hakim.

Di daerah Tapal Kuda, Jatim, tempat massa paling militan Gus Gur, budaya carok masih kental dan kuat. Maklum di Tapal Kuda, sebaran orang Madura masih banyak. Lasykar Berani Mati juga dari Tapal Kuda. Mereka pernah datang ke Jakarta untuk membela Gus Dur dan lebih memilih pertumpahan darah daripada jalur diplomatis. Penegrahan kekujatan massa menjadi andalan. Saat Gus Dur terpilih jadi presiden pun, cap jemol darah dimana-mana. Cap jempol darah menjadi momok menakutkan politisi Jakarta. Akibat ketakutan itulah, Gus Dur diangkat dan dipilih jadi presiden.

Celurit lantas menjadi inspirasi kepemimpinan Gus Dur: Cepat dan Tebas. Sejumlah Departemen yang dianggapnya korup lantas DIBABAT, ditebas, alias dihapus. Departemen Sosial dan Departemen Penerangan contohnya. Gus Dur juga mengobrak-abrik pakem di ABRI/TNI. Kopral bisa menjadi panglima dan jenderal bisa menjadi prajurit. Shock theraphy diberlakukan di mana-mana. Copot ini angkat itu. Gus Dur ingin melakukan perubahan yang cepat meski cuma akibat bisik-bisik. Tanpa verifikasi apalagi kajian dan investigasi. Ya, ingin tahu sifat kepemimpinan Gus Dur, lihatlah celurit. Dan akibat keberanian “Carok Politik” itu, Gus Dur pun terkena celurit. Ia tumbang cuma dalam tiga tahun kekuasaannya. Dan yang menumbangkan juga bukan orang luar, mereka termasuk orang-orang yang mengangkatnya, orang-orang terdekatnya.

***

Kisruh Gus Dur berlalu, Indonesia dipimpin Megawati. Orang banyak berharap kepemimpinan Mega sama seperti Bung Karno, ayahnya. Rupanya public kecewa. Ia memang keturunan Bung Karno, tetapi karakternya jauh berbeda. Sang arkeolog pun menggali pusara Istana Negara. Tak begitu dalam, sang arkeolog pun menemukan rahasia kepemimpinan Mega. “Lho, kok PISAU DAPUR.” Pisau ini tampak berkarat dan tumpul.

Sang arkeolog pun member tafsir atas temuannya. Pisau dapur memang mirip pedang. Tapi ia berukuran sangat kecil. Kegunaannya pun hanya untuk mengiris bumbu dapur. Sekali-kali untuk memotong ikan. Sama dengan Mega, ia lebih sibuk mengurusi dapur kekuasannya sendiri, orang-orang internalnya yang sibuk berebut kekuasaan. Mega yang diharapkan bisa melakukan banyak hal, seperti ketika ia menjadi symbol reformasi, ternyata tumpul. Mega justru membungkam kebebasan pers, mengkriminalisasi pers, antidemokratisasi, banyak diam, dan tak banyak melakukan terobosan pemberantasan korupsi. Mega juga keblaikan dari Bung Karno yang mati-matian mempertahankan asset bangsa, Mega justru menjuali asset Negara.

Akhirnya sang pisau dapur pun tak dipakai lagi ketika pemilu 2004. Ibu-ibu lebih memilih pria tampan, sok alim, banyak senyum, dan terlihat sopan.

***

Sang pria tampan itu adalah SBY. Sosok jenderal tanpa pasukan ini memang selalu rapi,wangi, seolah-olah sopan dan berwibawa, sangat terukur dan selalu hati-hati. Rupanya semua penglihatan itu cuma public relation. Semua sifat itu diciptakan oleh Tim Pencitraan. Maka jangan kaget ketika public tak pernah melihat wajah SBY merah padam dalam situasi kebakaran, skandal perampokan uang Negara, atau kriminalisasi KPK. Ia akan tetap tenang dan harus mengedepankan isu-isu yang merugikan dirinya kemudian diekspos dengan tujuan untuk meraih simpati public. Ini semua kerja-kerja pencitraan. Tak lebih.

Untungnya ada JK yang selalu bekerja dana bekerja, menyelesaikan satu per satu persoalan bangsa. Tanpa strategis pencitraan atau public expose. JK meyakini benaran setelah diskusi dan memilih beberapaopsi lantas ia melaksanakannya. Selama lima tahun berkuasa, SBY akhirnya kembali menjadi presiden dan JK pulang kampong.

Sang arkeolog penasaran apa sih rahasia kepemimpinan SBY sehingga ia terpilih lagi. Sang arkeolog tak bisa langsung menggali pusara Istana Negara. Ia menunggu bagaimana presiden menyelesaikan kasus kriminalisasi KPK dan skandal Bank Century. Tapi rasa penasaran begitu kuat dan akhirnya di malam purnama kelima, ia menggali pusara Istana. Ia begitu berharap dapat menemukan sesuatu yang besar dan istimewa. Tapi sang arkeolog itu terkejut ketika ditemukan karet PENTIL dan sebuah PER. Pentil, untuk apa SBY menyimpan pentil dan per, di pusara Istana? Arkeolog masih bertanya-tanya. Apakah karakter kepemimpinan SBY selalu ngepe’r.

Menyelesaikan solusi seperti per pegas, mental ke sana, mental ke sini, tak jelas junstrungnya. Seluruh kebijakannya seperti karet pentil. Bisa pendek, bisa panjang, semaunya, molor mungkret. Jika ditiup karet pentil seperti balon, bisa mengambang di atas air. Keputusan yang mengambang, instruksi yang tak jelas, penyelesaian kasus yang mulur mungkret.

Karena masih tak percaya dengan temuannya, sang arkeolog melanjutkan galiannya. Pada kedalaman lima meter, ia justeru menemukan SISIR. Lho kok sisir?? Arkeolog makin keki. Ia tak berani meneruskan penggalian. Takut dikira main-main. Tapi beberapa anak buahnya menggali satu meter lagi. Kali ini, arkeolog menemukan parfum. Wangi di mana-mana, tapi tak terlihat hasilnya.

Detik itu juga sang arkeolog menghentikan penggalian dan segera cabut meninggalkan pusara Istana Negara. STOP!!! “Bisa barabe kalau diteruskan,” kata sang arkeolog sambil ngibrit ke luar Istana. (www.fiksinews.com//habe//281109)

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar

Cerita Buram Dari Sebuah......

Tukeran Link(Copy Paste Kode ku ini)

Photobucket